Pertemuan Club Parenting pagi tadi, Sabtu 2 Juni 2012 Pukul 09:00 – 11:30 membahas tentang tips bagaimana mengenalkan Allah pada anak.
Ma’rifatullah berasal dari kata Ma’rifat dan Allah, Ma’rifat artinya mengetahui atau mengenal, jadi Ma’rifatullah berarti juga mengenal Allah swt.
Ma’rifatullah (Mengenal Allah swt) bukanlah mengenali dzat Allah, karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang terbatas ini mengenali sesuatu yang tidak terbatas?. Segelas susu yang dibikin seseorang tidak akan pernah mengetahui seperti apakah orang yang telah membuatnya menjadi segelas susu.
Menurut Ibn Al Qayyim :
Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma’rifah (orang-orang yang mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya”.
Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun ma’riaftullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.
Pemikiran anak tentu tidak sama dengan yang dipikirkan oleh orang tua. Begitu pula dengan cara orang tua dengan anak dalam mengenal Allah tentu berbeda pula. Orang tua untuk mengenal Allah mungkin cukup dengan membaca buku, ikut kajian, membaca Alqur’an dan memahaminya. Tapi bagaimana dengan seorang anak? Tentu memerlukan sebuah tahapan dan proses yang panjang dan tentu saja butuh kesabaran dari orang tua yang bersangkutan.
Adapun tips yang diberikan oleh Ustadzah Ifa Ivrotul Amin untuk mengenalkan Allah pada anak sebagai berikut :
1). Diri kita sendiri (orang tua) teruslah mengenal Allah.
Dengan cara teruslah belajar alias jadi orang tua itu jangan stagnan. Dengan banyaknya fasilitas yang ada sekarang, jangan sampai ada alasan untuk tidak belajar.
Adapun indikasi proses belajar dikatakan berhasil, ilmu itu bisa merubah perilaku seseorang menjadi lebih baik, menjaga diri, dan bisa menggerakkan diri kita untuk mengajak orang lain menjadi lebih baik.
2 ). Menginternalisasikan ilmu itu pada diri kita.
3). Melakukan proses atau tahapan yang benar.
Yang bisa dijadikan referensi dalam membahas tentang tahapannya, pembaca sekalian bisa membaca buku yang berjudul “Cara Nabi mendidik anak”.
Secara singkat diulas untuk tahapannya, yaitu :
*) Pengajaran, diinformasikan , disampaikan.
Sejak mulai anak bisa melafalkan kata-kata mencoba dan melatih anak untuk melafalkan kalimat “ Laa Ilaaha IllaLlah ”
Meskipun anak belum tahu makna atau mungkin kata-katanya belum jelas itu tetap bisa dilakukan.
*) Menjadikan kalimat “ Laa Ilaaha IllaLlah” menjadi sebuah kebiasaan.
4). Qudwah atau teladan dari Orang Tua.
Jika orang tua menginginkan anaknya menjadi baik, tentu harus dimulai oleh orang tua tersebut. Dengan memberikan contoh yang baik daalam segala hal. Berdo’a jika mau makan atauketika mau masuk kamar mandi dengan cara dilafalkan sehingga anak mendengarnya.
Apabila anak sudah mulai besar dan dapat menirukan apa yang kita ucapkan, Rasulullah saw. memberikan contoh bagaimana mengajarkan untaian kalimat yang sangat berharga untuk keimanan anak di masa mendatang. Kepada Ibnu ‘Abbas yang ketika itu masih kecil, Rasulullah saw. berpesan:
“Wahai anakku, sesungguhnya aku akan mengajarkanmu beberapa kata ini sebagai nasehat buatmu. Jagalah hak-hak Allah, niscaya Allah pasti akan menjagamu. Jagalah dirimu dari berbuat dosa terhadap Allah, niscaya Allah akan berada di hadapanmu. Apabila engkau menginginkan sesuatu, mintalah kepada Allah. Dan apabila engkau menginginkan pertolongan, mintalah pertolongan pada Allah. Ketahuilah bahwa apabila seluruh ummat manusia berkumpul untuk memberi manfaat padamu, mereka tidak akan mampu melakukannya kecuali apa yang telah dituliskan oleh Allah di dalam takdirmu itu.Juga sebaliknya, apabila mereka berkumpul untuk mencelakai dirimu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakaimu sedikit pun kecuali atas kehendak Allah. Pena telah diangkat dan lembaran takdir telah kering.” (HR. At-Tirmidzi).
5). Pengawasan termasuk didalamnya teguran.
Misalnya ketika anak sudah mulai diajari sholat. Suatu saat ketika anak sholat perlu juga diawasi bagaimana dengan gerakan-gerakannya dalam sholat. Apakah sudah benar atau belum. Jika belum benar dan ada kesalahan, orang tua juga harus menegurnya. Tentu dengan bahasa yang lembut dan dengan cara yang baik.
6). Reward dan Punishment.
Dalam kehidupan ini Allah juga selalu memberikan punishment kepada hamba-hambaNya. Begitu pula dalam proses pembelajaran kepada anak seyogyanya juga diterapkan. Jika anak meraih prestasi, misal sudah khatam AlQur’an orang tua bisa memberikan reward bisa dengan memberikan fasilitas misal membelikan sepeda atau memberikan pujian. Begitu pula sebaliknya jika anak melakukan kesalahan orang tua bisa memberikan hukuman. Tentu saja hukuman yang mendidik. Misalkan tidak memberikan uang jajan jika anak melalaikan sholat, dll.
Wallahua’lam bishowwab.
Semoga bermanfaat.
Catatan:
Beberapa kalimat saya ambil dari http://www.hidayatullah.com/dev/read/13026/19/08/2010/adv/kanal.php?kat_id=10