Arsip

Amaliyah Selama Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang paling istimewa.  Pada bulan Ramadhan ini Allah Subhanahu Wa ta’ala akan melipat gandakan pahala ibadah. Bagi ibadah sunnah, Allah akan melimpahkan pahala setara dengan ibadah wajib. Dan untuk ibadah wajib, Allah akan melipatgandakan pahalanya sebesar 70 kali lipat setiap amal. Maka sudah seharusnya kita bisa menggunakan momentum ini dengan sebaik-baiknya, dengan berlomba-lomba mengerjakan amal kebaikan di Bulan yang berkah ini.

Diantara amaliyah selama Ramadhan yang semestinya kita lakukan adalah sebagai berikut :

1. Berpuasa

Puasa adalah amaliyah terpenting dan teristimewa dalam Bulan Ramadhan, karena ia bisa berfungsi sebagai sarana penghapus dosa,di samping ia adalah amal yang tidak ada bandingnya disebabkan karena kebaikannya akan dilipatgandakan dengan kelipatan yang tidak terhingga. Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasalam bersabda :

أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ حَدَّثَنَا مَهْدِيُّ بْنُ مَيْمُونٍ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي يَعْقُوبَ قَالَ أَخْبَرَنِي رَجَاءُ بْنُ حَيْوَةَ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ مُرْنِي بِأَمْرٍ آخُذُهُ عَنْكَ قَالَ عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَا مِثْلَ لَهُ

Telah mengabarkan kepada kami ‘Amr bin ‘Ali dari ‘Abdurrahman dia berkata; telah menceritakan kepada kami Mahdi bin Maimun dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin ‘Abdullah bin Abu Ya’qub dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Raja’ bin Haiwah dari Abu Umamah dia berkata; Aku pernah menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu aku berkata; “Perintahlah aku dengan suatu perintah dimana aku bisa mengambilnya dari engkau.” Beliau bersabda: “Hendaklah kamu berpuasa, karena ia tidak ada bandingannya.” (HR Nasa’i)

Dan agar kebaikan -kebaikan puasa tersebut bisa kita raih secara optimal, maka hendaknya kita memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

*) Berwawasan yang benar tentang puasa dengan mengetahui serta menjaga rambu-rambunya.

*) Bersungguh-sunggguh melakukan puasa dengan menepati aturan-aturannya.

*) menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan nilai puasa, seperti perbuatan sia-sia dan perbuatan haram.

*) Tidak meninggalkan puasa dengan sengaja walaupun sehari.

*) Makan sahur dan men-ta’khir-kannya . Rasululllah Shalallaahu ‘alaihiWasalam bersabda :

      Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya dalam makan sahur itu ada berkahnya.” Muttafaq Alaihi.

      Pada hadist yang lain, Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi Wasalam bersabda yang artinya : ” Jika seorang diantara kalian mendengar adzan, sedangkan bejana ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya sebelum mewujudkan kehendaknya. ” ( HR Hakim).

*) Berbuka dan menyegerakannya

عن سهل بن سعد – رضي عنهما – أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : ((لا يزال الناس بخير ما عجل الفطر)) متفق عليه

Dari Sahal bin Sa’d –radhiyallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka” (Muttafaqun Alaihi)

*) Berdo’a, terutama pada saat berbuka

Do’a yang tidak tertolak ini adalah ketika waktu engkau berbuka berdasarkan hadits dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Nabi SAW bersabda,

“Artinya : Tiga orang yang tidak akan ditolak do’anya : orang yang puasa ketika berbuka, Imam yang adil dan do’anya orang yang didhalimi”
(Hadits Riwayat Tirmidzi (2528), Ibnu Majah (1752), Ibnu Hibban (2407) ada jahalah Abu Mudillah).

Dari Abdulah bin Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah SAW bersabda,
“Artinya : Sesungguhnya orang yang puasa ketika berbuka memiliki doa yang tidak akan ditolak”

(Hadits Riwayat Ibnu Majah (1/557), Hakim (1/422), Ibnu Sunni (128), Thayalisi (299) dari dua jalan Al-Bushiri berkata : (2/81) ini sanad yang shahih, perawi-perawinya tsiqat).

2. Menghidupkan Malam dengan Shalat (Qiyam Ramadhan).

Ramadhan disamping disebut dengan Syahrus Shiyam juga disebut dengan Syahrul Qiyam . Hal tersebut karena adanya perintah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasalam untuk menghidupkan malam Ramadhan dengan sholat malam yang kemudian disebut dengan istilah shalat tarawih.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759). Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An Nawawi. (Syarh Muslim, 3/101)
Hadits ini memberitahukan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya. (Fathul Bari, 6/290)
Yang dimaksud “pengampunan dosa” dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa besar dan dosa kecil berdasarkan tekstual hadits, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Mundzir. Namun An Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa kecil. (Lihat Fathul Bari, 6/290)
Kedua, shalat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh.
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih).  Hal ini sekaligus merupakan anjuran agar kaum muslimin mengerjakan shalat tarawih secara berjama’ah dan mengikuti imam hingga selesai.
Ketiga, shalat tarawih adalah seutama-utamanya shalat.
Ulama-ulama Hanabilah (madzhab Hambali) mengatakan bahwa seutama-utamanya shalat sunnah adalah shalat yang dianjurkan dilakukan secara berjama’ah. Karena shalat seperti ini hampir serupa dengan shalat fardhu. Kemudian shalat yang lebih utama lagi adalah shalat rawatib (shalat yang mengiringi shalat fardhu, sebelum atau sesudahnya). Shalat yang paling ditekankan dilakukan secara berjama’ah adalah shalat kusuf (shalat gerhana) kemudian shalat tarawih. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Quwaitiyyah, 2/9633)
Apa Hukum Sholat Tarawih, dan apakah harus dilakukan secara jamaah di masjid?
Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasalam menganjurkan agar kita menghidupkan malam Ramadhan dengan memperbanyak shalay. Hal itu antara lain dapat terpenuhi dengan mendirikan shalat tarawih di sepanjang malamnya.
Fakta adanya pemberlakuan shalat tarawih secara turun temurun sejak Nabi Shalallalhu ‘alaihi Wasalam hingga sekarang merupakan dalil yang tidak dapat dibantah mengenai persyariatannya. Oleh karenanya para ulama menyatakan konsensus (ijma’) dalam hal tersebut.
Pada awalnya sholat tarawih dilaksankan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasalam dengan sebagian sahabat secara berjamaah di masjid Nabawi. Namun setelah berjalan tiga malam, Nabi Shalallahu ‘alaihi Wasalam membiarkan para sahabat melakukan shalat tarawih secara sendiri-sendiri, sebagaimana diceritakan oleh ‘Aisyah dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (yang artinya): ” suatu saat di tengah malam Rasululllah Shalallahu ‘alaihi Wasalam keluar untuk sholat di masjid, maka beberapa sahabat pun bermakmum kepada beliau. Berita tersebut kemudian  menjadi pembicaraan diantara para sahabat di pagi hari, sehingga pada malam kedua jumlah sahabat yang bermakmum kepada Rasululllah Shalallahu ‘alaihi Wasalam bertambah lebih banyak dari sebelumnya. Berita tersebut kemudian menjadi pembicaraan diantara sahabat, sehingga pada malam yang ketiga jumlah yang bermakmum pun bertambah banyak lagi. Ketiga jumlah jamaah pada malam keempat bertambah sampai masjid tidak dapat menampungnya, Rasululllah  Shalallalhu ‘alaihi Wasalam pun tidak keluar untuk mengimami shalat di malam tersebut hingga keluar untuk shalat shubuh. Kemudian setelah selesai shalat shubuh, Rasulullah Shalallalhu ‘alaihi Wasalam menghadap kepada para sahabat dan bersabda (yang artinya) :” Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk shalat bersama kalian, akan tetapi aku khawatir jangan-jangan akan dianggap sebagai kewajiban, dan kalian tidak sanggup untuk melaksanakannya.”
Hingga di kemudian hari Umar bin Khattab  menyaksikan adanya fenomena shalat tarawih yang terpencar-pencar di masjid Nabawi , terbesit dalam pikiran beliau untuk menyatukannya sehingga terbentuklah shalat tarawih berjamaah yang dipimpin oleh Ubay bin Ka’ab dan Tamim bin Aus Ad-Dari, sebagaimana terekan dalam hadist (Al-Lu’Lu’ wal marjan :436). Dari sini mayoritas ulama menetapkan sunnahnya shalat tarawih secara berjamaah (lihat Syarh Shahih Muslim oleh Nawawi :6/39).
Berapa jumlah Rakaat shalat Tarawih?
Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia pernah bertanya pada ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha“Bagaimana shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?” ‘Aisyah mengatakan,
مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738).
Adapun pada masa sahabat, setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan tidak ada lagi kekhawatiran akan anggapan wajibnya shalat tarawih, Umar bin Khattab menghimpun umat islam untuk shalat tarawih dengan berjamaah dengan menunjuk Ubay bin Ka’ab dan Tamim bin Aus Ad Dari untuk menjadi imam. Dan ternyata Ubay dan Tamim mengimami shalat dengan jumlah 21 rakaat dan 23 raka’at. Riwayat 21 raka’at terdapat dalam Mushanaf Abdur Rozaq, sedangkan riwayat 23 raka’at terdapat dalam Sunan Baihaqi. Keduanya dengan sanad yang shahih.
Lalu Bagaimana kita menyikapinya?
Ibnu Hajar ‘Asqalani berkata : “Sesungguhnya perbedaan jumlah raka’at tersebut adalah perbedaaan variatif sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Di satu waktu mereka shalat 11 raka’at, di waktu lain mereka shalat 23 raka’at, sesuai dengan semangat dan kemampuan mereka. Apabila mereka shalat 11 raka’at, mereke shalat dengan sangat panjang sehingga mereka bertumpu pada tongkat. Dan apabila mereka shalat 23 raka’at, mereka shalat dengan bacaan yang pendek sehingga tidak memberatkan jamaah”.
Mayoritas ulama termasuk empat imam madzabh-berpendapat bahwa shalat malam/tarawih, termasuk shalat sunnah yang tidak ada batas maksimal jumlah raka’atnya, meskipun sebagian mengatakan bahwa ada jumlah raka’at tertentu yang lebih utama daripada jumlah yang lin.
Sesungguhnya persatuan, kebersamaan, kelembutan hati, dan kesucian hati adalah tujuan dari disyariatkannya ibadah-termasuk shalat yang disepakati paran ulama, sementara jumlah raka’at tarawih adalah hal yang diperselisihkan. Untuk itu semestinya kita harus lebih mengedepankan kebersamaan dan persatuan-yang merupakan tujuan dari shalat-daripada sibuk saling berbantah tentang jumlah raka’at tarawih-yang masih diperselisihkan-yang karenanya justru berpotensi memunculkan perpecahan dan perasaan saling membenci.
Justru yang kita lakuakan semestinya adalah bagaimana kita berupaya untuk membantu saudara-saudara kita yang belum mau shalat agar mau shalat bersama kita.

3. Berinfak,bershadaqoh, dan memberi buka

Berinfak,bershadaqoh, dan memberi buka kepada orang yang berpuasa terutama di bulan Ramadhan adalah bentuk amal yang dijanjikan pahala besar, sebagaimana disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya) :” “Shadaqah yang paling utama adalah shadaqah pada bulan Ramadhan.” (HR. al-Tirmidzi dari Anas).

 Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh terbaik  dalam hal ini, sebagaimana disebutkan dalam hadist berdasarkan riwayat Ibnu Abbas t, ia berkata:“Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling pemurah, dan beliau lebih pemurah lagi di bulan Ramadhan …(HR. al-Bukhari)Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Siapa yang memberi berbuka orang puasa, baginya pahala seperti pahala orang berpuasa tadi tanpa dikurangi dari pahalanya sedikitpun.” (HR. Ahmad, Nasai, dan dishahihkan al-Albani)

Dan dalam hadits Salman Radhiyallahu ‘Anhu, “Siapa yang memberi makan orang puasa di dalam bulan Ramadhan, maka diampuni dosanya, dibebaskan dari neraka, dan baginya pahala seperti pahala orang berpuasa tadi tanpa dikurangi sedikitpun dari pahalanya.”

4. Banyak membaca Al-Qur’an

Membaca Al-Qur’an adalah amal yang diperintahkan untuk dilakukan setiap muslim setiap hari dan lebih ditekankan lagi pada bulan ramadhan, hal tersebut karena Ramdhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an dan pada setiap Ramadhan malaikat Jibril senantiasa datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk bertadarrus Al-Qur’an bersamanya.

Dan membaca Al-Qur’an adalah aktivitas yang senantiasa menguntungkan, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Faathir ayat 29-30 :

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ

لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ

Artinya:
29. Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,
30. agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri[1].

5. Bertaubat

Bulan Ramadhan adaalah waktu yang sangat tepat untuk memohon ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena banyaknya  ampunan yang Allah berikan kepada hamba-Nya pada bulan tersebut. Bahkan pada bulan Ramadhan ini, banyak orang akan Allah bebaskan dari api neraka, sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sabdanya : “Sesungguhnya pada setiap malam dari bulan Ramadhan, Allah menetapkan orang-orang yang dibebaskan dari neraka.” (HR Tirmidzi & Ibnu Majah)

Dan syarat-syarat taubat adalah sebagai berikut :

1. Segera meninggalkan perbuatan dosa.

2. Menyesal atas dosa yang dilakukan.

3. Bertekat untuk tidak mengulangi kembali

4. Taubat tersebut dilakukan dengan niat ikhlas karena Allah

5. Dilakukan sebelum pintu taubat tertutup, yakni sebelum datangnya ajal

6. Apabila dosa atau kesalahan berkaitan dengan sesama manusia, maka harus diupayakan untuk diselesaikan.

6. Memperhatikan aktivitas sosial dan dakwah

Banyak aktivitas sosial yang bermanfaat bagi masyarakat luas yang bisa kita lakukan terutama selama bulan Ramadhan, misalnya menyelenggarakan bakti sosial di daerah-daerah yang membutuhkan (daerah bencana dan pemukiman miskin  misalnya) dengan memberikan santunan berupa makanan, pakaian, kesehatan atau yang lainnya yang memang mereka butuhkan.

7. Meningkatkan ibadah pada 10 hari terakhir

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan kita untuk bersungguh-sungguh mencari malam Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dengan sabdanya :

Carilah lailatul qadar pada tujuh malam terakhir (HR. Muslim)


الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ

Carilah ia -lailatul qadar- di sepuluh akhir bulan Ramadhan. (HR. Bukhari)